Di tengah melonjaknya harga properti di pusat kota, sebuah inisiatif menarik muncul di kawasan Menteng, Jakarta Pusat yang selama ini dikenal sebagai simbol kawasan elite ibu kota. Di sinilah flat housing pertama di Indonesia berhasil direalisasikan, menjawab kebutuhan akan hunian murah di tengah kota. Proyek ini mulai dibangun pada tahun 2023 dan secara resmi mulai dihuni pada awal 2025.
Menteng selama ini identik dengan harga tanah yang tinggi, bahkan bisa mencapai Rp100 juta per meter persegi. Maka, kehadiran rumah flat di kawasan ini menjadi sesuatu inovasi baru di sektor residensial. Rumah flat mengusung bentuk fisik yang menyerupai rumah tapak, namun dengan struktur vertikal maksimal empat lantai yang dihuni oleh beberapa keluarga. Konsep ini memiliki dasar hukum yang kuat melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yang mengakomodasi model hunian vertikal rendah di lingkungan perumahan kota.
Yang membedakan proyek ini dari hunian vertikal konvensional adalah skema kepemilikan dan pengelolaannya. Rumah flat Menteng berdiri di atas tanah milik individu (sertifikat hak milik/SHM), namun dikelola oleh koperasi yang memegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Sistem koperasi ini menjadi kunci utama yang memungkinkan harga hunian tetap terjangkau. Selain sebagai badan hukum yang menaungi penghuni, koperasi juga berfungsi sebagai pihak yang mengatur sewa lahan, perawatan bangunan, hingga representasi penghuni di hadapan pemerintah atau lembaga lain.
Biaya sewa tanah yang dibayarkan kepada pemilik lahan ditetapkan sekitar Rp7,5 juta per bulan, namun nominal ini bersifat proporsional tergantung pada luas unit masing-masing penghuni. Harga sewa disepakati untuk disesuaikan setiap lima tahun berdasarkan angka inflasi. Skema ini memberikan kepastian dan stabilitas jangka panjang bagi para penghuni.
Menariknya, rumah flat Menteng menetapkan klausul khusus yang mewajibkan penghuninya menempati unit selama minimal lima tahun. Tujuannya adalah memastikan bahwa rumah ini benar-benar dihuni oleh orang-orang yang membutuhkan tempat tinggal, bukan untuk tujuan investasi. Setelah lima tahun, penghuni dapat memutuskan untuk keluar dengan cara menyerahkan kembali unit kepada koperasi, yang kemudian akan mengembalikan simpanan wajib dengan mempertimbangkan nilai inflasi.
Model rumah flat ini sejatinya bukan gagasan baru. Konsep serupa telah dibicarakan sejak puluhan tahun lalu sebagai solusi terhadap krisis kepemilikan rumah di berbagai kota besar dunia. Namun, umumnya implementasi model ini terbentur pada prosedur subsidi lewat jalur perbankan atau kerja sama dengan pengembang besar. Akibatnya gagal menyentuh masyarakat yang menginginkannya, terutama di lokasi strategis pusat kota.
Rumah flat Menteng menjadi pengecualian penting bahwa dengan kolaborasi antara warga, koperasi, dan pemilik lahan dapat menciptakan solusi hunian inklusif yang legal, layak, dan berada tepat di jantung kota. Namun, memang kesepahaman, kerjasama dan kekompakan penghuni menjadi kunci dari keberlanjutan hunian ini.
Penulis : Muhamad Ashari
Sumber :
https://kfmap.asia/blog/apa-itu-konsep-hunian-co-housing/3415
https://www.kompas.com
https://www.detik.com