Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang dimulai pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump telah mengubah lanskap rantai pasok global secara signifikan. Ketegangan ini mendorong banyak perusahaan multinasional untuk melakukan diversifikasi lokasi produksi, guna menghindari tarif tinggi dan ketidakpastian geopolitik. Kondisi ini umumnya dikenal sebagai relokasi industri.
Indonesia muncul sebagai salah satu negara yang dipertimbangkan karena memiliki potensi pasar yang besar, sumber daya alam yang melimpah, serta posisi geografis yang strategis di kawasan Asia Tenggara.
Menurut proyeksi Bank Dunia, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 5,1% pada tahun 2025. Angka ini mencerminkan optimisme terhadap ketahanan ekonomi nasional dan efektivitas kebijakan strategis yang telah dijalankan pemerintah, seperti reformasi struktural melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan peningkatan konektivitas infrastruktur.
Pada kuartal pertama 2025, Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia tercatat mengalami pertumbuhan tahunan yang cukup signifikan, yakni sebesar Rp230,4 triliun atau meningkat 12,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor industri logam dasar, barang logam bukan mesin dan peralatannya menjadi penerima investasi terbesar dengan nilai mencapai USD 3,6 miliar, disusul oleh sektor pertambangan sebesar USD 1,2 miliar. Data ini menunjukkan adanya minat kuat investor asing terhadap sektor hilirisasi dan sumber daya mineral Indonesia.
Untuk menarik lebih banyak investor, pemerintah juga telah memberikan berbagai insentif seperti tax holiday, relaksasi pajak pertambahan nilai (PPN), hingga penggantian Daftar Negatif Investasi dengan Daftar Positif Investasi yang memperluas akses asing ke berbagai sektor ekonomi strategis.
Meski demikian, tantangan masih membayangi. Pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat ke angka 4,87%, menjadi yang terendah sejak kuartal ketiga 2021. Perlambatan ini disebabkan oleh melemahnya konsumsi domestik serta dampak lanjutan dari ketegangan perdagangan global.
Selain itu, kenaikan royalti pertambangan khususnya pada sektor nikel memunculkan kekhawatiran terkait keberlanjutan iklim investasi, karena dapat mengurangi minat investor di sektor energi dan mineral.
Sektor properti Indonesia pun tidak luput dari tekanan. Ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan efisiensi anggaran nasional diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan pasar properti pada tahun 2025.
Secara keseluruhan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi tujuan investasi alternatif yang menarik di tengah dinamika global. Pemerintah telah menunjukkan komitmen melalui reformasi kebijakan dan pembangunan infrastruktur yang agresif. Namun, agar momentum ini berlanjut, Indonesia perlu memastikan adanya kepastian hukum, konsistensi regulasi, serta efisiensi birokrasi agar investor merasa aman dan nyaman menanamkan modalnya di Indonesia.
Penulis : Alivia Putri Winata
Sumber :
https://bkpm.go.id/
https://sevenstonesindonesia.com/
https://rmol.id/bisnis/